Featured Post 3

This Blog is Under Construction

Selasa, 31 Agustus 2010

Riba, Pembunuh Ideal

Oleh Ikhsan Faridh Perdana







Gb. Konsep alur bunga bank (dari nasabah ke nasabah)


Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda,

يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ يَأْكُلُونَ الرِّبَا فَمَنْ لَمْ يَأْكُلْهُ أَصَابَهُ مِنْ غُبَارِهِ

Suatu saat nanti manusia akan mengalami suatu masa yang ketika itu semua orang memakan riba. Yang tidak makan secara langsung itu akan terkena debunya” (HR Nasai.

No 4455, Tetapi Hadist ini dinilai dhaif (Lemah) oleh al Albani).


Tetapi coba kita tengok hadist di bawah ini :


“Allah melaknat yang memakan (hasil) riba, yang memberi riba, penulisnya, dan dua saksinya jika mereka mengetahuinya.” (Hadits ini diriwayatlan dari berbagai jalan, di antaranya riwayat Muslim dari Jabir, Ath-Thabarani dari Abdullah bin Mas’ud; Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah dari hadits Abdullah bin Mas’ud.


Dan Q.S. An-Nisaa 160-161 :


160) Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah.

161) Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.


Dan juga merujuk pada Q.S. Al-Baqarah 275-276, bisa dilihat di sini. Dan dari Q.S. Al-Baqarah 275-276 Riba itu ada dua, yaitu Riba Nasiah dan Riba Fadhl. Tapi kali ini kita akan membahas tentang Riba Nasiah, yaitu Riba dengan melakukan penambahan. Untuk Riba Fadhl akan kita bahas di lain waktu.

Apa Itu Riba ?

Riba berarti menetapkan bunga/melebihkan jumlah pinjaman saat pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok, yang dibebankan kepada peminjam. Riba secara bahasa bermakna: ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain, secara linguistik riba juga berarti tumbuh dan membesar . Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam.

Bagaimana dengan Bunga Bank ?

Bunga dalam bahasa inggrisnya disebut sebagai interest. Dalam kamus oxford, arti kata interest lebih mendalam adalah money paid regularly at a particular rate for the use of money lent, or for delaying the repayment of a debt. Jadi dengan jelas bahwa bunga adalah sejumlah uang yang dibayarkan atas sejumlah uang yang dipinjam atau untuk penundaan pembayaran tagihan. Bunga itu biasanya ditetapkan dalam presentase dari uang yang dipinjam. Jika merujuk pada pengertian Riba adalah tambahan dari harta pokok (dalam konteks ini adalah uang pinjaman) maka bunga sejatinya adalah juga tambahan dari harta pokok tersebut yang berupa uang pinjaman. Dan tambahan uang dari harta pokok (uang pinjaman) tersebut dalam jumlah besar maupun kecil pada dasarnya adalah telah dilarang sebagaimana Allah SWT berfirman : “...dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (Q.S. Al-Baqarh : 275)

Konsep Islam (Ekonomi Syariah)

Islam mengenal yang namanya Economic Value of Time bukan Time Value of Money sebagaimana teori Time Value of Money (Nilai Uang atas dasar Waktu) adalah tidak dibenarkan. Karena dengan teori tersebut cenderung untuk membuat orang-orang bermalas-malasan dan menjadi tidak produktif.

Menurut Dr. Muhammad, M.Ag dalam bukunya “Manajemen Bank Syari’ah”, Konsep Time Vale of Money pada dasarnya merupakan intevensi konsep biologi ke dalam bidang ekonomi. Konsep Time Value of Money muncul karena adanya anggapan uang disamakan dengan yang hidup (sel hidup). Sel hidup dengan proses pembelahan dirinya dalam berkembang biak maka untuk satuan waktu tertentu dapat menjadi lebih besar dan berkembang. Pertumbuhan sel dalam ilmu biologi diformulasikan dengan rumus

Pb = Po (1 + g )r19

Keterangan :

Pb = pertumbuhan sel

Po = sel pada awalnya

g = pertumbuhan (growth)

t = waktu

Kemudian formula ini diadopsi ke dalam ilmu keuangan konvensional. Akibatnya, anggapan uang sebagai sesuatu yang hidup terjadi. Dan terciptalah formula sebagai berikut :

FV = PV (1 + i )n20

Keterangan :

FV = future value ( nilai uang pada masa yang akan datang )

PV = present value ( nilai uang sekarang )

i = interest ( tingkat suku bunga )

N = waktu

Sungguh aneh pemikiran para ekonom-ekonom konvensional bahwa uang diangap sebagai sesuatu yang hidup. Jika mereka saja sudah tidak mampu membedakan antara benda yang hidup dengan benda yang mati maka sesungguhnya mereka tidak mampu untuk membedakan antara yang haq dengan yang bathil. Dan antara yang haram dengan yang halal sudah tidak ada bedanya lagi di mata mereka (orang-orang kafir). Apakah kita akan mengikuti jalan-jalan mereka (orang-orang kafir) ? sedangkan mereka saja sudah buta matanya.

Merujuk pada konsep islam tantang teori Economic Value of Time adalah cenderung untuk mendorong orang bersikap produktif. Tidak itu saja tetapi untuk bersikap efisien dan efektif dalam setiap proses produksinya. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al-Israa’ ayat 26-30. Maka dalam teori ini dikedepankan yang namanya profit sharing atau bagi hasil. Karena dalam setipa proses produksinya, manusia tentulah tidak akan selalu yang namanya mengalami keuntungan tetapi kadang kala ada kerugian. Tentu kerugian ini bagian dari ujian Allah terhadap hambaNya.

Bagaimana Riba Membunuh ?

Dalam suatu kasus seorang pemilik warung meminjam modal kepada Bank Konvensional sebesar Rp 20.000.000 dengan jangka waktu 2 tahun untuk membeli beberapa peralatan serta merenovasi warungnya. Kemudian rata-rata suku bunga bank-bank konvensional sekarang ini sekitar 14% (bunga per tahun). Maka perhitungannya :

1a) Rp 20.000.000 x 14% = Rp 2.800.000 (bunga dalam setahun)

1b) Rp 2.800.000 / 12 bulan = Rp 233.333 (bunga dalam sebulan)

2 ) Rp 20.000.000 / 24 bulan = Rp 833.333 (angsuran modal pokok per bulan)

Angsuran per bulan : Modal Pokok + Bunga per bulan

Rp 833.333 + Rp 233.333 = Rp 1.066.666 >> pembulatan

>> Rp 1.067.000 (dana yang harus terkumpul minimal dalam sebulan)

Dalam jangka waktu 2 tahun : Rp 1.067.000 x 24 bulan = Rp 25.608.000

Ingat prinsip “usaha kadang rugi kadang untung”

Bagaimana jika terjadi bencana dengan warung itu yang menyebabkan warung itu harus tutup dalam beberapa waktu. Bisa 3 bulan, 6 bulan, atau bahkan 1 tahun. Bagaimana jika pemasukan bersih warung itu selama sebulan hanya Rp 1.000.000 ? maka pada dasarnya bank-bank konvensional tidak akan mau tahu. Dan hanya tahu bahwa warung itu harus membayar sebesar Rp 1.067.000 sebulan. Maka bisa jadi pemilik warung itu (jika ia tidak beriman) akan menggunakan segala cara untuk meraup keuntungan. Biasanya di indonesia kebanyakan dengan menggunakan klenik semisal penglaris. Karena pada umumnya hal-hal klenik tersebut banyak digunakan di Indonesia ini khususnya pulau Jawa. Maka orang itu sudah terjebak dalam dua hal dosa. Pertama, dosa memberi Riba dan yang kedua adalah dosa syirik, menyekutukan Allah. Dan masih banyak lagi penyakit-penyakit akibat Riba. Tentu Riba secara makna yang berarti tambahan maka secara nyata tidak hanya menambah sejumlah uang tetapi juga menambah dosa-dosa kita dan akhirnya terjebak pada jurang kehancuran serta menemani syaitan di neraka.

Bagi Hasil adalah Solusi Bersama

Untuk itu islam mengedapankan yang namanya profit sharing atau bagi hasil. Bagi hasil prinsipnya pembagian keuntungan / laba atas hasil usaha yang jumlah sudah ditetapkan di awal dalam sebuah akad antara shohibul mal (Pemilik Dana: Bank) dengan mudharib (Pengelola Dana: Peminjam). Tentu dengan sistem bagi hasil kita tidak akan teras terkejar / tertekan sesuatu yang membebani. Kita bisa dengan santai mengerjakan hal-hal duniawi (berdagang tadi) dan hal-hal akhirat (beribadah kepada Allah).

Jika ekonom-ekonom islam seperti Ibnu Taimiyyah, Ibn Khaldun, Umar Chapra yang menganggap bahwa ekonomi islam itu adalah sebuah ilmu maka lain halnya dengan Baqir Ash-Shadr dalam bukunya Our Economy atau Iqtishaduna menjelaskan bahwa Ekonomi Islam itu adalah bukan sebuah Ilmu melainkan adalah sebuah Doktrina sebagaimana yang dijelaskan dalam Qur’an yang hukum-hukumnya wajib dipatuhi oleh semua umat muslim. Jadi umat muslim yang tidak mengamalkan ekonomi islam (ekonomi syari’ah) sama saja dengan orang-orang yang melalaikan perintah atau ajaran-Nya. Apakah kita termasuk orang-orang yang lalai ? ayo kita segera beralih kepada Bank Syari’ah dan mendalami ilmunya agar tahu sebab musababnya.

Masih miris memang perkembangan ekonomi islam di indonesia ini khususnya perbankan syariah. Indonesia yang tergolong sebagai masyarakat yang mayoritas beragama islam tidak menjamin perkembangan bank syariah maju pesat dan tidak dapat meraup market share yang luas. Total market share perbankan syariah sendiri tidak lebih dari 5% dari total market share perbankan yang ada di Indonesia. Ini menandakan bahwa bank konvensional masih mendominasi di Indonesia di banding perbankan syariah. Hal ini bisa jadi diakibatkan kurang pahamnya mereka-mereka yang beragama islam tentang konsep-konsep keislaman terutma ekonomi islam. Dan ini bisa juga disebabkan kurangnya marketing dari perbankan syariah ataupun teknologi dibanding bank-bank konvensional. Semoga Allah membukakan pintu hati-Nya dan memberikan mereka-mereka petunjuk-Mu. Amin...


0 komentar:

Posting Komentar

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons