Featured Post 3

This Blog is Under Construction

Selasa, 31 Agustus 2010

Memegang Bara Api






“Sesungguhnya di belakang kalian ada hari-hari dimana orang yang sabar ketika itu seperti memegang bara api. Mereka yang mengamalkan sunnah pada hari itu akan mendapatkan pahala lima puluh kali dari kalian yang mengamalkan amalan tersebut. Para Shahabat bertanya: ‘Mendapatkan pahala lima puluh kali dari kita atau mereka?’ Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam menjawab: ‘Bahkan lima puluh kali pahala dari kalian’ “. (HR. Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ibnu Hibban dan Hakim) Islam sudah dianggap asing, lebih tepatnya ajaran Islam yang asli sudah dianggap asing dan dianggap tabu. Barang siapa yang tetap bertahan untuk mengamalkan ajaran Islam yang asli seperti menggenggam bara api, saking panasnya sampai-sampai ia tidak mengamalkan ajaran Islam seperti ingin membuang bara api dari tangannya. Namun barangsiapa yang masih bertahan untuk berislam dengan benar, dengan pemahaman yang benar maka pahalanya 50 kali lipat dibandingkan para Shahabat Rasul kala itu.


Dengan Redaksi yang berbeda, Abu Hurairah menuturkan, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda: “Celakalah orang-orang Arab, yaitu keburukan yang benar-benar telah dekat; fitnah ibarat sepenggal malam yang gelap gulita. Pagi hari seseorang masih beriman, sorenya telah berubah menjadi kafir. Kaum yang menjual agama mereka dengan tawaran dunia yang tidak seberapa. Maka, orang yang berpegang teguh pada agamanya, ibarat orang yang menggenggam bara api.” (Ibnu Hajar al-Haitsami, Majma’ az-Zawaid wa Manba’ al-Fawaid, juz VII, hal. 552)


Beramar ma’ruf nahi munkarlah kalian sehingga kalian melihat kebakhilan sebagai perkara yang ditaati, hawa nafsu sebagai perkara yang diikuti dan dunia sebagai perkara yang diagungkan {setiap orang mengatakan dirinya di atas agama Islam dengan dasar hawa nafsunya masing-masing. Dan Islam bertentangan dengan apa yang mereka sandarkan padanya} tiap orang merasa takjub dengan akal pemikirannya masing-masing maka peliharalah diri-diri kalian {tetaplah di atas diri-diri kalian} dan tinggalkanlah orang-orang awam karena sesungguhnya pada hari itu adalah hari yang penuh dengan kesabaran {hari dimana seseorang yang sabar menjalankan al haq dia akan mendapat pahala yang besar dan berlipat}.Seseorang yang bersabar pada hari itu seperti seseorang yang memegang sesuatu di atas bara api. Seseorang yang beramal pada hari itu sama pahalanya dengan 50 orang yang beramal sepertinya. Seseorang bertanya kepada Rasulullah ‘alaihisshalatu wasalam yang artinya: Ya Rasulullah pahala 50 orang dari mereka? Rasulullah ‘alaihisshalatu wasalam berkata: Pahala 50 orang dari kalian. (HR. Abu Daud: 4341)


Rasulullah ‘alaihisshalatu wasalam bersabda yang artinya: Islam datang dalam keadaan asing dan akan kembali asing sebagaimana datangnya. [Hadits Mutawatir, lihat: Tuba lil Ghuroba Al Ghurbatu wal Ghuroba]. Rasulullah ‘alaihisshalatu wasalam ketika ditanua oleh para Shahabat, “Wahai Rasulullah, apakah (kita) termasuk mereka?” Beliau menjawab: “Justru mereka seperti kalian.” ‘Umar bi al-Khattab menjelaskan takwil surat Ali Imran: 110كُنتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللّهِ وَلَوْ آمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُم مِّنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَKamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mukar dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, diantara mereka ada yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik”Dengan menyatakan, “Siapa saja yang mengerjakan amal sebagaimana yang kalian kerjakan, maka dia pun sama kedudukannya seperti kalian..” (Lihat al-Qurthubi, juz IV, hal. 170)

Imam al-auza’i pernah ditanya, “Kapankah zaman tersebut?” Beliau menjawab, “Kalau bukan zaman kita sekarang ini, saya tidak tahu, kapankah zaman tersebut?” [Lihat, Ibn 'Asakir, Tarikh Dimasqa, juz XXXVII, hal. 97].


Kalau pada zaman al-Auza’i sudah demikian parah, padahal hukumnya syara’ masih diterapkan oleh negara dan para penguasanya, lalu bagaimana dengan zaman kita ini? yang nampak dengan jelas syari’ah Islam telah dicampakkan dari institusi negara!

Fatwa MUI tentang Riba


KEPUTUSAN FATWA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
Nomor 1 Tahun 2004
Tentang
BUNGA (INTERSAT/FA’IDAH)




Majelias Ulama Indonesia,
MENIMBANG :

a. bahwa umat Islam Indonesia masih mempertanyakan status hukum bunga (interst/fa’idah) yang dikenakan dalam transaksi pinjaman (al-qardh) atau utang piutang (al-dayn), baik yang dilakukan oleh lembaga keuangan,individu maupun lainnya;

b. bahwa Ijtima’Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia pada tanggal 22 Syawal 1424 H./16 Desember 2003 telah menfatwakan tentang status hukum bunga;

c. bahwa karena itu, Majelis Ulama Indonesia memnadang perlu menetapkan fatwa tentang bunga dimaksud untuk di jadikan pedoman.



MENGINGAT :

1. Firman Allah SWT, antara lain :

Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya,lalu terus berhenti (darimengambil riba), maka baginya maka yang telah diambilnya dahulu (sebelum dating larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang mengulangi (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tiadak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran,dan selalu berbuat dosa. Sesungguhnya orang-orang yang beriman,mengerjakan amal shaleh,mendirikan sembahyang dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya.Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum di pungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya.Dan jika (orang-orang berhutang itu) dalam kesukaran,mereka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu,lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan (Ali’Immran [3]: 130).

2. Hadis-hadis Nabi s.a.w., antara lain :

Dari Abdullah r.a., ia berkata : “Rasulullah s.a.w. melaknat orang yang memakan orang yang memakan (mengambil) dan memberikan riba.” Rawi berkata: saya bertanya:”(apakah Rasulullah melaknat juga) orang yang menuliskan dan dua orang yang menajdi saksinya?” Ia (Abdullah) menjawab : “Kami hannya menceritakan apa yang kami dengar.” (HR.Muslim).

Dari Jabir r.a.,ia berkata : “Rasulullah s.a.w. melaknat orang yang memakan (mengambil) riba, memberikn, menuliskan, dan dua orang yang menyaksikan.” Ia berkata: “mereka berstatus hukum sama.” (HR. Muslim).

Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, Rasulullah bersabda: “Akan dating kepada umat manusia suatu masa dimana mereka (terbiasa) memakan riba. Barang siapa tidak memakan (mengambilnya)-nya,ia akan terkena debunya.”(HR.al-Nasa’I).

Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, Rasulullah bersabda: “Riba adalah tujuh puluh dosa; dosanya yang paling ringan adalah (sama dengan) dosa orang yang berzina dengan ibunya.” (HR. Ibn Majah).

Dari Abdullah, dari Nabi s.a.w., beliau bersabda: “Riba mempunyai tujuh puluh tiga pintu (cara,macam).” (HR. Ibn Majah).

Dari Abdullah bin Mas’ud: “Rasulullah s.a.w. melaknat orang yang memakan (mengambil) riba, memberikan, dua orang yang menyaksikannya.” (HR. Ibn Majah)

Dari Abu Hurairah r.a., ia berkata, Rasulullah bersabda: “Sungguh akan datang kepada umat manusia suatu masa dimana tak ada seorang pun diantara mereka kecuali (terbias) memakan riba. Barang siapa tidak memakan (mengambil)-nya,ia akan terkena debunya.”(HR. Ibn Majah).

3. Ijma’ ulama tentang keharaman riba dan bahwa riba adalah salah satu dosa besar (kaba’ir) (lihat antara lain: al-Nawawi, al-Majmu’Syarch al-Muhadzdzab, [t.t.: Dar al-Fikr,t.th.],juz 9,h 391)



MEMPERHATIKAN :

1. Pendapat para Ulama ahli fiqh bahwa bunga yang dikenakan dalam transaksi pinjaman (utang piutang, al-qardh wa al-iqtiradh) telah memenuhi kriteria riba yang di haramkan Allah SWT., seperti dikemukakan,antara lain,oleh :

Al-Nawawi berkata, al-Mawardi berkata: Sahabat-sahabat kami (ulama mazhab Syafi’I) berbeda pendapat tentang pengharaman riba yang ditegaskan oleh al-Qur’an, atas dua pandangan.Pertama, pengharaman tersebut bersifat mujmal (global) yang dijelaskan oleh sunnah. Setiap hukum tentang riba yang dikemukakan oleh sunnah adalah merupakan penjelasan (bayan) terhadap kemujmalan al Qur’an, baik riba naqad maupun riba nasi’ah.

Kedua, bahwa pengharaman riba dalam al-Qur’an sesungguhnya hanya mencakup riba nasa’yang dikenal oleh masyarakat Jahiliah dan permintaan tambahan atas harta (piutang) disebabkan penambahan masa (pelunasan). Salah seorang di antara mereka apabila jatuh tempo pembayaran piutangnya dan pihang berhutang tidak membayarnya,ia menambahkan piutangnya dan menambahkan pula masa pembayarannya. Hal seperti itu dilakukan lagi pada saat jatuh tempo berikutnya. Itulah maksud firman Allah : “… janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda… “ kemudian Sunnah menambahkan riba dalam pertukaran mata uang (naqad) terhadap bentuk riba yang terdapat dalam al-Qur’an.

1. Ibn al-‘Araby dalam Ahkam al-Qur’an;

2. Al-Aini dalam ‘Umdah al-Qary;

3. Al-Sarakhsyi dalam Al-Mabsuth;

4. Ar-Raghib al-Isfani dalam Al-Mufradat Fi Gharib al-Qur;an;

5. Muhammad Ali al-Shabuni dalam Rawa-I’ al-Bayan;

6. Muhammad Abu Zahrah dalam Buhuts fi al-Riba;

7. Yusuf al-Qardhawy dalam fawa’id al-Bunuk;

8. Wahbah al-Zuhaily dalam Al-Fiqh al-Islamy wa Adillatuh;

2. Bunga uang atas pinjaman (Qardh) yang berlaku di atas lebih buruk dari riba yang di haramkan Allah SWT dalam Al-Quran,karena dalam riba tambahan hanya dikenakan pada saat jatuh tempo. Sedangkan dalam system bunga tambhan sudah langsung dikenakan sejak terjadi transaksi.

3. Ketetapan akan keharaman bunga Bank oleh berbagai forum Ulama Internasional, antara lain:

1. Majma’ul Buhuts al-Islamy di Al-Azhar Mesir pada Mei 1965

2. Majma’ al-Fiqh al-Islamy Negara-negara OKI Yang di selenggarakan di Jeddah tgl 10-16 Rabi’ul Awal 1406 H/22 28 Desember 1985.

3. Majma’ Fiqh Rabithah al-Alam al-Islamy, keputusan 6 Sidang IX yang diselenggarakan di makkah tanggal 12-19 Rajab 1406 H.

4. Keputusan Dar Al-Itfa, kerajaan Saudi Arabia,1979

5. Keputusan Supreme Shariah Court Pakistan 22 Desember 1999.

4. Fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Tahun 2000 yang menyatakan bahwa bunga tidak sesuai dengan Syari’ah.

5. Keputusan Sidang Lajnah Tarjih Muhammdiyah tahun 1968 di Sidoarjo yang menyarankan kepada PP Muhammadiyah untuk mengusahakan terwujudnya konsepsi system perekonomian khususnya Lembaga Perbankan yang sesuai dengan kaidah Islam.

6. Keputusan Munas Alim Ulama dan Konbes NU tahun 1992 di Bandar Lampung yang mengamanatkan berdirinya Bank Islam dengan system tanpa Bunga.

7. Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia tentang Fatwa Bunga (interest/fa’idah), tanggal 22 Syawal 1424/16 Desember 2003.

8. Keputusasn Rapat Komisi Fatwa MUI, tanggal 11 Dzulqa’idah 1424/03 Januari 2004;28 Dzulqa’idah 1424/17 Januari 2004;dan 05 Dzulhijah 1424/24 Januari 2004.


Dengan memohon ridha Allah SWT


MEMUTUSKAN

MEMUTUSKAN : FATWA TENTANG BUNGA (INTERST/FA`IDAH):

Pertama : Pengertian Bunga (Interest) dan Riba

1. Bunga (Interest/fa’idah) adalah tambahan yang dikenakan dalam transaksi pinjaman uang (al-qardh) yang di per-hitungkan dari pokok pinjaman tanpa mempertimbangkan pemanfaatan/hasil pokok tersebut,berdasarkan tempo waktu,diperhitungkan secara pasti di muka,dan pada umumnya berdasarkan persentase.

2. Riba adalah tambahan (ziyadah) tanpa imbalan yang terjadi karena penagguhan dalam pembayaran yang di perjanjikan sebelumnya, dan inilah yang disebut Riba Nasi’ah.

Kedua : Hukum Bunga (interest)

1. Praktek pembungaan uang saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi pada jaman Rasulullah SAW, Ya ini Riba Nasi’ah. Dengan demikian, praktek pembungaan uang ini termasuk salah satu bentuk Riba, dan Riba Haram Hukumnya.

2. Praktek Penggunaan tersebut hukumnya adalah haram,baik di lakukan oleh Bank, Asuransi,Pasar Modal, Pegadian, Koperasi, Dan Lembaga Keuangan lainnya maupun dilakukan oleh individu.

Ketiga : Bermu’amallah dengan lembaga keuangan konvensional

1. Untuk wilayah yang sudah ada kantor/jaringan lembaga keuangan Syari’ah dan mudah di jangkau,tidak di bolehkan melakukan transaksi yang di dasarkan kepada perhitungan bunga.

2. Untuk wilayah yang belum ada kantor/jaringan lembaga keuangan Syari’ah,diperbolehkan melakukan kegiatan transaksi di lembaga keuangan konvensional berdasarkan prinsip dharurat/hajat.




Jakarta, 05 Djulhijah 1424H

24 Januari 2004 M





MAJELIS ULAMA INDONESIA,


KOMISI FATWA



Ketua Sekretaris

ttd ttd


K.H. Ma’ruf Amin Drs. Hasanudin ,M.Ag.




Riba, Pembunuh Ideal

Oleh Ikhsan Faridh Perdana






Gb. Konsep alur bunga bank (dari nasabah ke nasabah)


Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda,

يَأْتِي عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ يَأْكُلُونَ الرِّبَا فَمَنْ لَمْ يَأْكُلْهُ أَصَابَهُ مِنْ غُبَارِهِ

Suatu saat nanti manusia akan mengalami suatu masa yang ketika itu semua orang memakan riba. Yang tidak makan secara langsung itu akan terkena debunya” (HR Nasai.

No 4455, Tetapi Hadist ini dinilai dhaif (Lemah) oleh al Albani).


Tetapi coba kita tengok hadist di bawah ini :


“Allah melaknat yang memakan (hasil) riba, yang memberi riba, penulisnya, dan dua saksinya jika mereka mengetahuinya.” (Hadits ini diriwayatlan dari berbagai jalan, di antaranya riwayat Muslim dari Jabir, Ath-Thabarani dari Abdullah bin Mas’ud; Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah dari hadits Abdullah bin Mas’ud.


Dan Q.S. An-Nisaa 160-161 :


160) Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, kami haramkan atas (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah.

161) Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang daripadanya, dan karena mereka memakan harta benda orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir di antara mereka itu siksa yang pedih.


Dan juga merujuk pada Q.S. Al-Baqarah 275-276, bisa dilihat di sini. Dan dari Q.S. Al-Baqarah 275-276 Riba itu ada dua, yaitu Riba Nasiah dan Riba Fadhl. Tapi kali ini kita akan membahas tentang Riba Nasiah, yaitu Riba dengan melakukan penambahan. Untuk Riba Fadhl akan kita bahas di lain waktu.

Apa Itu Riba ?

Riba berarti menetapkan bunga/melebihkan jumlah pinjaman saat pengembalian berdasarkan persentase tertentu dari jumlah pinjaman pokok, yang dibebankan kepada peminjam. Riba secara bahasa bermakna: ziyadah (tambahan). Dalam pengertian lain, secara linguistik riba juga berarti tumbuh dan membesar . Sedangkan menurut istilah teknis, riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara bathil. Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba, namun secara umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan, baik dalam transaksi jual-beli maupun pinjam-meminjam secara bathil atau bertentangan dengan prinsip muamalat dalam Islam.

Bagaimana dengan Bunga Bank ?

Bunga dalam bahasa inggrisnya disebut sebagai interest. Dalam kamus oxford, arti kata interest lebih mendalam adalah money paid regularly at a particular rate for the use of money lent, or for delaying the repayment of a debt. Jadi dengan jelas bahwa bunga adalah sejumlah uang yang dibayarkan atas sejumlah uang yang dipinjam atau untuk penundaan pembayaran tagihan. Bunga itu biasanya ditetapkan dalam presentase dari uang yang dipinjam. Jika merujuk pada pengertian Riba adalah tambahan dari harta pokok (dalam konteks ini adalah uang pinjaman) maka bunga sejatinya adalah juga tambahan dari harta pokok tersebut yang berupa uang pinjaman. Dan tambahan uang dari harta pokok (uang pinjaman) tersebut dalam jumlah besar maupun kecil pada dasarnya adalah telah dilarang sebagaimana Allah SWT berfirman : “...dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba” (Q.S. Al-Baqarh : 275)

Konsep Islam (Ekonomi Syariah)

Islam mengenal yang namanya Economic Value of Time bukan Time Value of Money sebagaimana teori Time Value of Money (Nilai Uang atas dasar Waktu) adalah tidak dibenarkan. Karena dengan teori tersebut cenderung untuk membuat orang-orang bermalas-malasan dan menjadi tidak produktif.

Menurut Dr. Muhammad, M.Ag dalam bukunya “Manajemen Bank Syari’ah”, Konsep Time Vale of Money pada dasarnya merupakan intevensi konsep biologi ke dalam bidang ekonomi. Konsep Time Value of Money muncul karena adanya anggapan uang disamakan dengan yang hidup (sel hidup). Sel hidup dengan proses pembelahan dirinya dalam berkembang biak maka untuk satuan waktu tertentu dapat menjadi lebih besar dan berkembang. Pertumbuhan sel dalam ilmu biologi diformulasikan dengan rumus

Pb = Po (1 + g )r19

Keterangan :

Pb = pertumbuhan sel

Po = sel pada awalnya

g = pertumbuhan (growth)

t = waktu

Kemudian formula ini diadopsi ke dalam ilmu keuangan konvensional. Akibatnya, anggapan uang sebagai sesuatu yang hidup terjadi. Dan terciptalah formula sebagai berikut :

FV = PV (1 + i )n20

Keterangan :

FV = future value ( nilai uang pada masa yang akan datang )

PV = present value ( nilai uang sekarang )

i = interest ( tingkat suku bunga )

N = waktu

Sungguh aneh pemikiran para ekonom-ekonom konvensional bahwa uang diangap sebagai sesuatu yang hidup. Jika mereka saja sudah tidak mampu membedakan antara benda yang hidup dengan benda yang mati maka sesungguhnya mereka tidak mampu untuk membedakan antara yang haq dengan yang bathil. Dan antara yang haram dengan yang halal sudah tidak ada bedanya lagi di mata mereka (orang-orang kafir). Apakah kita akan mengikuti jalan-jalan mereka (orang-orang kafir) ? sedangkan mereka saja sudah buta matanya.

Merujuk pada konsep islam tantang teori Economic Value of Time adalah cenderung untuk mendorong orang bersikap produktif. Tidak itu saja tetapi untuk bersikap efisien dan efektif dalam setiap proses produksinya. Sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al-Israa’ ayat 26-30. Maka dalam teori ini dikedepankan yang namanya profit sharing atau bagi hasil. Karena dalam setipa proses produksinya, manusia tentulah tidak akan selalu yang namanya mengalami keuntungan tetapi kadang kala ada kerugian. Tentu kerugian ini bagian dari ujian Allah terhadap hambaNya.

Bagaimana Riba Membunuh ?

Dalam suatu kasus seorang pemilik warung meminjam modal kepada Bank Konvensional sebesar Rp 20.000.000 dengan jangka waktu 2 tahun untuk membeli beberapa peralatan serta merenovasi warungnya. Kemudian rata-rata suku bunga bank-bank konvensional sekarang ini sekitar 14% (bunga per tahun). Maka perhitungannya :

1a) Rp 20.000.000 x 14% = Rp 2.800.000 (bunga dalam setahun)

1b) Rp 2.800.000 / 12 bulan = Rp 233.333 (bunga dalam sebulan)

2 ) Rp 20.000.000 / 24 bulan = Rp 833.333 (angsuran modal pokok per bulan)

Angsuran per bulan : Modal Pokok + Bunga per bulan

Rp 833.333 + Rp 233.333 = Rp 1.066.666 >> pembulatan

>> Rp 1.067.000 (dana yang harus terkumpul minimal dalam sebulan)

Dalam jangka waktu 2 tahun : Rp 1.067.000 x 24 bulan = Rp 25.608.000

Ingat prinsip “usaha kadang rugi kadang untung”

Bagaimana jika terjadi bencana dengan warung itu yang menyebabkan warung itu harus tutup dalam beberapa waktu. Bisa 3 bulan, 6 bulan, atau bahkan 1 tahun. Bagaimana jika pemasukan bersih warung itu selama sebulan hanya Rp 1.000.000 ? maka pada dasarnya bank-bank konvensional tidak akan mau tahu. Dan hanya tahu bahwa warung itu harus membayar sebesar Rp 1.067.000 sebulan. Maka bisa jadi pemilik warung itu (jika ia tidak beriman) akan menggunakan segala cara untuk meraup keuntungan. Biasanya di indonesia kebanyakan dengan menggunakan klenik semisal penglaris. Karena pada umumnya hal-hal klenik tersebut banyak digunakan di Indonesia ini khususnya pulau Jawa. Maka orang itu sudah terjebak dalam dua hal dosa. Pertama, dosa memberi Riba dan yang kedua adalah dosa syirik, menyekutukan Allah. Dan masih banyak lagi penyakit-penyakit akibat Riba. Tentu Riba secara makna yang berarti tambahan maka secara nyata tidak hanya menambah sejumlah uang tetapi juga menambah dosa-dosa kita dan akhirnya terjebak pada jurang kehancuran serta menemani syaitan di neraka.

Bagi Hasil adalah Solusi Bersama

Untuk itu islam mengedapankan yang namanya profit sharing atau bagi hasil. Bagi hasil prinsipnya pembagian keuntungan / laba atas hasil usaha yang jumlah sudah ditetapkan di awal dalam sebuah akad antara shohibul mal (Pemilik Dana: Bank) dengan mudharib (Pengelola Dana: Peminjam). Tentu dengan sistem bagi hasil kita tidak akan teras terkejar / tertekan sesuatu yang membebani. Kita bisa dengan santai mengerjakan hal-hal duniawi (berdagang tadi) dan hal-hal akhirat (beribadah kepada Allah).

Jika ekonom-ekonom islam seperti Ibnu Taimiyyah, Ibn Khaldun, Umar Chapra yang menganggap bahwa ekonomi islam itu adalah sebuah ilmu maka lain halnya dengan Baqir Ash-Shadr dalam bukunya Our Economy atau Iqtishaduna menjelaskan bahwa Ekonomi Islam itu adalah bukan sebuah Ilmu melainkan adalah sebuah Doktrina sebagaimana yang dijelaskan dalam Qur’an yang hukum-hukumnya wajib dipatuhi oleh semua umat muslim. Jadi umat muslim yang tidak mengamalkan ekonomi islam (ekonomi syari’ah) sama saja dengan orang-orang yang melalaikan perintah atau ajaran-Nya. Apakah kita termasuk orang-orang yang lalai ? ayo kita segera beralih kepada Bank Syari’ah dan mendalami ilmunya agar tahu sebab musababnya.

Masih miris memang perkembangan ekonomi islam di indonesia ini khususnya perbankan syariah. Indonesia yang tergolong sebagai masyarakat yang mayoritas beragama islam tidak menjamin perkembangan bank syariah maju pesat dan tidak dapat meraup market share yang luas. Total market share perbankan syariah sendiri tidak lebih dari 5% dari total market share perbankan yang ada di Indonesia. Ini menandakan bahwa bank konvensional masih mendominasi di Indonesia di banding perbankan syariah. Hal ini bisa jadi diakibatkan kurang pahamnya mereka-mereka yang beragama islam tentang konsep-konsep keislaman terutma ekonomi islam. Dan ini bisa juga disebabkan kurangnya marketing dari perbankan syariah ataupun teknologi dibanding bank-bank konvensional. Semoga Allah membukakan pintu hati-Nya dan memberikan mereka-mereka petunjuk-Mu. Amin...


Sabtu, 27 Maret 2010

Antara Kebutuhan dan Keinginan

Bismillahirrhmanirrahim…

Assalamu’alaikum sobat ilalang pagi…

Kali ini kita coba akan membahas tentang need vs want. Tapi sebelumnya kita coba membahas apa itu marketing ? Marketing atau pemasaran adalah suatu kegiatan yang memiliki fungsi untuk menjual suatu produk atau menawarkan suatu produk kepada orang yang membutuhkan atau konsumen. Di dalam pengertian ini, saya tekankan kepada kata membutuhkan. Need adalah sesuatu hal yang menjadi kebutuhan kita. Want adalah sesuatu hal yang menjadi keinginan kita, biasanya berlandaskan pada hawa nafsu semata.

Karena cenderung orang yang membeli suatu produk adalah bukan orang yang membutuhkan melainkan hanya sebatas keinginan semata. Nah, sifat ini mayoritas dimiliki kaum hawa walaupun tak menampik ada juga kaum adam yang memiliki sifat ini, yaitu sifat dimana membeli suatu produk bukan berdasar kepada kebutuhan melainkan hanya berdasar pada keinginan. Sifat itu dipengaruhi oleh lifestyle yang berlebihan dan hawa nafsu. Sifat-sifat seperti inilah yang kebayakan dibidik oleh orang-orang marketing (Marketer) atau pemasar yang nakal untuk sekedar mempromosikan produk hingga menjual produk. Boleh dibilang, marketer yang sukses ialah marketer yang mampu membuat keinginan sesorang menjadi kebutuhan orang tersebut.

Sebut saja sekarang dengan fenomena merebaknya BB (BlackBerry). Sekarang kita dapat melihat bahwa anak-anak sd, smp, sma, membawa BB kemana-mana. Mungkin di kota-kota besar, jika ada temannya yang tidak memakai BB dibilang ‘gak gaul lu’ padahal jika kita melihat ke dalam fitur BB yang berikan, adalah fitur-fitur untuk sekelas eksekutif, pengusaha, pebisnis, atau orang-orang yang sibuk yang memiliki jadwal padat, bisa juga sekelas artis. BB tersebut bisa mereka gunakan untuk mengecek dan mengirim e-mail, mencari informasi terbaru berkaitan dengan bisnis. Tapi apakah sekelas anak sd, smp, atau sma membutuhkannya ? bisa jadi mereka butuh, karena mereka perlu untuk selalu update status di Facebook tau sekedar chat. BB + FB + Chat = Good Idea to Attracted People to Buy and Based on Their Want. Tapi jika melihat anak-anak yang selayaknya belum membutuhkan sehingga waktu belajar terbengkalai smentara kerjaannya hanya update status dan chatting saja. So, Berapa Banyak waktu yang terbuang ? Hanya anda yang tahu.

Itu hanyalah salah satu contoh sebagian dimana marketing membawa kita berdasar kepada keinginan bukan berdasar kepada kebutuhan. Apakah anda pernah berbelanja dengan mendasarkan kepada keinginan anda ? jangan diulangi..! sekedar tips dari saya untuk mengamankan uang kita agar tidak keluar untuk hal-hal yang tidak berguna dan bisa kita sumbangkan untuk orang yang memerlukan :

1. Pertama, buatlah rincian daftar yang anda butuhkan. Kelompokkan berdasar kepentingan. Beri skala 1-3.

2. Kedua, Pastikan lagi bahwa rincian yang anda buat benar-benar kebutuhan anda bukan keiginan anda semata.


3. Ketiga, Pastikan anda tahu mana kebutuhan mana keinginan. Contoh : Kebutuhan anda adalah makan. Sedangkan Keinginan anda adalah makan makanan apa atau mau makan di mana ? Bagi kebutuhan tubuh anda adalah makan makanan yang sehat dan bergizi dan tidak harus mahal. Mungkin bisa sekedar makan sayur-sayuran dengan lauk tempe tahu ditambah buah-buahan. Kalau anda menuruti keinginan, maka anda bisa jagi makan di restoran yang mahal, bagus, atau terkenal. Padahal tubuh anda tidak perlu yang seperti itu.

4. Keempat, Jika ingin berbelanja, sesuaikan daftar rincian yang telah anda buat dengan budget anda. Jika anda belum membuat budgeting dalam keuangan anda, segera buat budgeting..! karena itu sangat penting. Misalnya, Anda harus pilah-pilah mana uang untuk makan, transport, listrik, tabungan, belanja kebutuhan

5. Kelima, Jangan lupa untuk menabung ! sebaiknya anda menabung di awal bulan jangan di akhir bulan. Begitu anda dapat uang, sisihkan sebagian untuk ditabung. Jika di akhir bulan, maka anda tidak akan sempat menabung karena tidak tau uangnya habis kemana.

Itulah sekedar pengetahuan yang dapat saya bagi agar kita tidak bersikap seperti sikap syetan, yaitu boros dan kita dapat memaksimalkan harta kita untuk orang yang tidak mampu. Sekali lagi, marketer yang sukses ialah marketer yang mampu membuat keinginan sesorang menjadi kebutuhan orang tersebut. Konsumen yang sukses adalah konsumen yang dapat memilah mana kebutuhan dia dan mana keinginan dia. Dan kita harus terus waspada terhadap marketer yang paling sukses di dunia, yaitu Syetan.

Wassalamu’alaikum…

Adab-Adab Dalam Berdebat


Ahlus Sunnah wal Jama’ah Melarang Perdebatan dan Permusuhan Dalam Agama.
Karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam telah melarang dari hal tersebut. Dalam Ash-Shohihain dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda :

اِقْرَأُوْا الْقُرْآنَ مَا ائْتَلَفَتْ عَلَيْهِ قُلُوْبُكُمْ فَإِذَا اخْتَلَفْتُمْ فَقُوْمُوْا عَنْهُ

“Bacalah Al-Qur`an selama hati-hati kalian masih bersatu, maka jika kalian sudah berselisih maka berdirilah darinya”.
Dan dalam Al-Musnad dan Sunan Ibnu Majah –dan asalnya dalam Shohih Muslim- dari ‘Abdullah bin ‘Amr :

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَرَجَ وَهُمْ يَخْتَصِمُوْنَ فِي الْقَدْرِ فَكَأَنَّمَا يَفْقَأُ فِي وَجْهِهِ حُبُّ الرُّمَّانِ مِنَ الْغَضَبِ، فَقَالَ : بِهَذَا أُمِرْتُمْ ؟! أَوْ لِهَذَا خُلِقْتُمْ ؟ تَضْرِبُوْنَ الْقُرْآنَ بَعْضَهُ بِبَعْضٍ!! بِهَذَا هَلَكَتِ الْأُمَمُ قَبْلَكُمْ

“Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam pernah keluar sedangkan mereka (sebagian shahabat-pent.) sedang berselisih tentang taqdir, maka memerahlah wajah beliau bagaikan merahnya buah rumman karena marah, maka beliau bersabda : “Apakah dengan ini kalian diperintah?! Atau untuk inikah kalian diciptakan?! Kalian membenturkan sebagian Al-Qur’an dengan sebagiannya!! Karena inilah umat-umat sebelum kalian binasa”.
Bahkan telah datang hadits (yang menyatakan) bahwa perdebatan adalah termasuk dari siksaan Allah kepada sebuah ummat. Dalam Sunan At-Tirmidzy dan Ibnu Majah dari hadits Abu Umamah radhiallahu ‘anhu, beliau berkata : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

مَا ضَلَّ قَوْمٌ بَعْدَ هُدًى كَانُوْا عَلَيْهِ إِلاَّ أُوْتُوْا الْجَدَلَ، ثُمَّ قَرَأَ : مَا ضَرَبُوْهُ لَكَ إِلاَّ جَدَلاً

“Tidaklah sebuah kaum menjadi sesat setelah mereka dulunya berada di atas hidayah kecuali yang suka berdebat, kemudian beliau membaca (ayat) “Mereka tidak memberikan perumpamaan itu kepadamu melainkan dengan maksud membantah saja””.
Imam Ahmad rahimahullah berkata : “Pokok-pokok sunnah di sisi kami adalah berpegang teguh dengan apa yang para shahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berada di atasnya dan mencontoh mereka. Meninggalkan semua bid’ah dan semua bid’ah adalah sesat. Meninggalkan permusuhan dan (meninggalkan) duduk bersama orang-orang yang memiliki hawa nafsu. Dan meninggalkan perselisihan, perdebatan dan permusuhan dalam agama”.

Perdebatan Yang Tercela:
Yaitu semua perdebatan dengan kebatilan, atau berdebat tentang kebenaran setelah jelasnya, atau perdebatan dalam perkara yang tidak diketahui oleh orang-orang yang berdebat, atau perdebatan dalam mutasyabih (1) dari Al-Qur’an atau perdebatan tanpa niat yang baik dan yang semisalnya.

Perdebatan Yang Terpuji:
Adapun jika perdebatan itu untuk menampakkan kebenaran dan menjelaskannya, yang dilakukan oleh seorang ‘alim dengan niat yang baik dan konsisten dengan adab-adab (syar’iy) maka perdebatan seperti inilah yang dipuji. Allah Ta’ala berfirman :

ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik”. (QS. An-Nahl : 125)
Dan Allah Ta’ala berfirman :

وَلَا تُجَادِلُوا أَهْلَ الْكِتَابِ إِلَّا بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ

“Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik”. (QS. Al-‘Ankabut : 46)
Dan Allah Ta’ala berfirman :

قَالُوا يَانُوحُ قَدْ جَادَلْتَنَا فَأَكْثَرْتَ جِدَالَنَا فَأْتِنَا بِمَا تَعِدُنَا إِنْ كُنْتَ مِنَ الصَّادِقِينَ

“Mereka berkata: “Hai Nuh, sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami, dan kamu telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah kepada kami azab yang kamu ancamkan kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar”. (QS. Hud : 32)

Contoh-Contoh Perdebatan Syar’i:
Allah Ta’ala mengkhabarkan tentang perdebatan Ibrahim ‘alaihis shalatu wassalam melawan kaumnya dan (juga) Musa ‘alaihis shalatu wassalam melawan Fir’aun.
Dan dalam As-Sunnah disebutkan tentang perdebatan antara Adam dan Musa ‘alaihimas shalatu wassalam. Dan telah dinukil dari salafus shaleh banyak perdebatan yang semuanya termasuk perdebatan yang terpuji yang terpenuhi di dalamnya (syarat-syarat berikut) :
1. Ilmu (tentang masalah yang diperdebatkan-pent.).
2. Niat (yang baik-pent.).
3. Mutaba’ah.
4. Adab dalam perdebatan.


Sumber

Kamis, 18 Maret 2010

Yuk Cantik Dengan Berjilbab

Kiriman dari : Eva Kartika S. (sari.evakartika@yahoo.co.id)

Girl's, nggak salah kalo makhluk (berjenis kelamin) cewek tuh paling senang yang namanya dandan. Yup, dandan udah menjadi hobi yang nggak bisa dihilangkan dari dunia pecinta fashion ini. Hobi ini memang tidak bisa diejek, dihina ataupun dicela, karena ia merupakan bagian penting dari unsur kewanitaan.

Sobat, pada dasarnya pada diri wanita itu selalu ada kecenderungan atau keinginan yang mendorong agar ia tampil menarik di depan publik. Coz, dengan begitu ia akan merasa senang ketika penampilannya dipuji oleh orang lain. Siapa yang nggak senang kalo kita tuh dibilang cantik pake baju yang maching sama rok ataupun acesoris lainnya (hm....serasa melayang gitu deh!).

Namun, hati-hati guys ama hobi yang satu ini (waspadalah…! waspadalah…! Kata Bang Napi). Hobi ini bisa mengantarkan kamu kepada sikap untuk ngikutin setiap tren terbaru. Makanya udah nggak asing lagi kalo ada seorang muslimah yang nggak mau pake kerudung apalagi jilbab. Alasan klise yang sering diungkapkan antara lain gerah, malu karena kalo pake jilbab dibilang kayak ibu-ibu atau nenek-nenek (itu mah matanya aja yang perlu diperiksa, he..he..), sok alim, nggak gaul dan nggak ngikutin tren. So, nggak heran kalo banyak remaja putri kita yang kepincut pengen baju funkee yang ngeliatin perut, mahal harganya dan dipajang di mall daripada ngeliat kerudung si bapak yang sering jualan di pasar "kaget" yang harganya cuma sepuluh ribuan.

Dari fakta itu, dapat kita cermati bahwa nggak semua kaum muslimah memiliki pandangan yang jelas mengenai pakaian muslimah. Di samping itu, mereka juga nggak tau dan mengerti tentang perbedaan jilbab dan kerudung. Karena masih banyak dari mereka yang mengenakan kerudung hanya menutupi rambutnya saja, sedangkan leher dan sebagian lengannya tetap keliatan. Selain itu, ada juga yang berkerudung tetapi tetap memakai busana yang ketat, seperti T-shirt ketat berlengan pendek disambung ama manset panjang trus dipadu ama jins ketat pula. Sehingga lekuk-lekuk tubuhnya tetap aja nampak. Mode yang seperti ini sering banget ditiru ama kaum muslimah kita.

Jilbab dan kerudung beda lho!
Menutup aurat dan pakaian Muslimah ketika keluar rumah merupakan dua pembahasan yang terpisah, karena Allah Swt. dan RasulNya telah memisahkannya.

Menutup aurat merupakan kewajiban bagi seluruh kaum Muslim, baik laki-laki dan perempuan. Untuk kaum muslimah Allah Swt. telah mengatur hal ini dalam al-Qur'an surat an-Nur ayat 31: "katakanlah kepada wanita yang beriman, "Hendaklah mereka menahan pandangannya dan memelihara kehormatannya; janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa tampak padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kerudung ke dadanya."

Kemudian diperkuat oleh hadist dari penuturan 'Aisyah r.a. yang menyatakan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda: "Wahai Asma', sesungguhnya seorang wanita, apabila telah balig (mengalami haid), tidak layak tampak dari tubuhnya kecuali ini dan ini (seraya menunjuk muka dan telapak tangannya)." (HR Abu Dawud).

Selain aturan tentang menutup aurat, Allah Swt. pun memberikan aturan yang sama tentang pakaian wanita ketika berada dalam kehidupan umum (keluar rumah). Karena dalam kesehariannya, wanita tidak selamanya berada dalam rumah. Sehingga kondisi ini memungkinkan terjadinya interaksi atau pertemuan dengan laki-laki. Maka Islam menetapkan, ketika seorang wanita ke luar rumah, ia harus mengenakan kerudung dan jilbab. Lantas bedanya apa dong? Yuk kita intip perbedaannya.

Allah swt. berfirman dalam al-Qur'an surat an-Nur ayat 31 yang artinya: "Hendaklah mereka menutupkan kain kerudung (khimar) ke dada-dada mereka."

Dari ayat ini nampak jelas bahwa seorang Muslimah wajib untuk menghamparkan kerudung hingga menutupi kepala, leher dan juyub (bukaan baju). Jadi nggak ada yang namanya kerudung tuh dililitkan keleher atau berbentuk seperti topi.

Sementara itu, mengenai jilbab, Allah swt. berfirman dalam ayat lain yang artinya :''Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang Mukmin: hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.'' (TQS. al-Ahzab [33] : 59).

Dalam ayat tersebut, secara bahasa, jilbab adalah sejenis mantel atau baju yang serupa dengan mantel (Lihat : Kamus al-Muhith). Selain itu ada beberapa pendapat mengenai pengertian jilbab ini di antaranya yaitu kain penutup atau baju luar/mantel yang menutupi seluruh tubuh wanita (Tafsir Ibn ‚Abbas, hlm, 137) dan pakaian seperti terowongan (baju panjang yang lurus sampai ke bawah) selain kerudung (Tafsir Ibn Katsir).

So guys, yang namanya kerudung dan jilbab itu emang beda! Keduanya merupakan kewajiban yang harus ditaati dan dilaksanakan oleh seorang Muslimah apabila keluar rumah.

Islam memuliakan wanita
Girl's, banyak maslahat (manfaat) yang bisa kita ambil dari aturan ini, antara lain pertama, wanita akan terjaga kehormatannya dari gangguan orang yang suka usil dijalanan ketika ia keluar rumah.

Kedua, dengan aturan ini, Allah memuliakan kaum wanita agar keindahan tubuh mereka tidak menjadi bahan yang memicu kepada tindakan kriminal.

Ketiga, melindungi kaum wanita dari pandangan syaitan yang bukan muhrimnya.

Keempat, disegani oleh orang lain sehingga orang lain tidak mudah untuk mempermainkannya.
Selain itu, masih banyak lagi manfaatnya baik secara moril maupun medis.

Tapi, mengapa ini tidak bisa dilaksanakan oleh seluruh kaum Muslimah? Karena tidak ada aturan dari negara yang mengikat setiap warga negaranya khususnya Muslimah untuk tunduk pada aturan Allah. So, wajar aja apabila banyak dari teman-teman Muslimah kita masih adem ayem dan enjoy dengan busana mengumbar auratnya.

Paham-paham liberalisme yang mengusung ide-ide HAM telah membuat pemerintah merasa tidak perlu ikut campur tangan untuk mengatur pribadi individu warga negaranya. Sehingga, setiap warga negaranya diberikan kebebasan untuk menentukan pilihan yang menyangkut kehidupannya. Sekalipun itu terkait dengan pelaksanaan dari kewajiban yang telah ditetapkan Allah Swt.

Sobat, mudah-mudahan Allah Swt. memudahkan kita untuk melaksanakan setiap kewajiban yang telah ditetapkan serta mengokohkan iman kita dengan menjadikan kita senantiasa tunduk dan terikat dengan hukum-hukumnya.

Sumber : attafkir.multiply.com


Yahoo! sekarang memiliki alamat Email baru
Dapatkan nama yang selalu Anda inginkan di domain baru @ymail dan @rocketmail. br> Cepat sebelum diambil orang lain!

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Best Buy Coupons